MINUT, Brantasnews.com — Di tengah gembar-gembor transparansi dan profesionalisme, pemilihan Kepala Urusan (KAUR) di Desa Wusa, Kabupaten Minahasa Utara, justru berubah jadi panggung kontroversi. Proses yang seharusnya menjadi simbol meritokrasi, kini diselimuti dugaan permainan dan rekayasa hasil. Warga pun menilai, seleksi ini tak lebih dari formalitas tanpa makna.
Sejak awal, tanda-tanda janggal sudah terendus. Nama seorang calon disebut-sebut sebagai “jagoan” jauh sebelum seleksi dimulai. Proses penilaian terhadap sembilan kandidat berlangsung tertutup, tanpa kejelasan mekanisme dan tanpa akses publik terhadap hasil penilaian.
Kami minta pemilihan diulang! Prosesnya tidak transparan dan melanggar prosedur!” teriak warga dengan nada geram saat ditemui di Desa Wusa, Jumat (7/11/2025).
Tak hanya masyarakat, sejumlah peserta seleksi pun buka suara. Mereka mengaku hanya dijadikan pelengkap dalam skenario yang sudah diatur dari awal.
“Sejak awal arah permainan sudah kelihatan. Kami ikut hanya untuk formalitas. Sepertinya nama pemenang sudah disiapkan,” ungkap salah satu peserta dengan nada getir.
Jejak Oknum Kecamatan
Hasil penelusuran tim redaksi mengarah pada dugaan keterlibatan oknum dari pihak kecamatan. Jika benar, ini bukan sekadar pelanggaran administratif melainkan pengkhianatan terhadap prinsip netralitas dan tata kelola pemerintahan desa yang bersih.
Pasal 26 Ayat (4) huruf c UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dengan tegas mewajibkan kepala desa menerapkan prinsip akuntabilitas, transparansi, dan profesionalisme. Artinya, setiap proses rekrutmen perangkat desa harus bebas dari intervensi dan kepentingan pribadi.
Senada, Permendagri Nomor 83 Tahun 2015 (jo. Permendagri 67 Tahun 2017) menegaskan seleksi perangkat desa wajib dilakukan secara objektif dan akuntabel.
Ahli hukum administrasi pemerintahan, Dr. Erwin T. Manoppo, SH., MH., menilai dugaan pelanggaran di Desa Wusa berpotensi menggugurkan keabsahan hasil seleksi.
“Setiap proses pemilihan perangkat desa wajib terbuka dan bebas dari intervensi. Bila ada indikasi rekayasa, hasilnya cacat hukum dan seharusnya diulang,” tegasnya kepada wartawan.
Warga Menuntut Investigasi Independen
Kemarahan warga kini kian membara. Mereka menuntut Camat dan Dinas PMD Minahasa Utara segera turun tangan melakukan evaluasi dan investigasi independen terhadap panitia seleksi.
“Desa ini bukan milik segelintir orang! Kami ingin perangkat desa yang dipilih secara bersih, bukan hasil setting-an!” ujar salah satu warga dengan suara bergetar menahan emosi.
Kasus ini menambah daftar panjang dugaan praktik kotor dalam rekrutmen perangkat desa di Minahasa Utara. Jika terbukti ada manipulasi, bukan hanya kepercayaan publik yang runtuh, tetapi integritas pemerintahan desa ikut tercoreng.
Respons Pihak Kecamatan dan Panitia
Dihubungi via WhatsApp, Camat Kecamatan Talawan, Alexander C. L. Warbung, S.IP, menyampaikan bahwa pihaknya tetap menghormati aspirasi masyarakat.
“Setiap masukan dan aspirasi dari masyarakat akan menjadi atensi kami. Namun, proses pemilihan perangkat desa sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah desa melalui panitia yang dibentuk oleh Pj. Hukum Tua,” tulisnya.
Ia menambahkan, “Proses penjaringan menjadi kewenangan panitia, hasilnya disampaikan ke Pj. Hukum Tua, lalu diteruskan ke kecamatan.”
Sementara itu, Ketua Panitia Pemilihan, Lingkan Pinangkaan, sempat merespons singkat dengan alasan sedang “ibadah”. Namun, setelah dihubungi kembali berulang kali, yang bersangkutan tak lagi memberikan jawaban.
Menanti Keberanian Pemerintah Daerah
Kini bola panas ada di tangan pemerintah daerah Minahasa Utara. Publik menunggu:
Apakah aparat benar-benar berpihak pada keadilan dan transparansi,
atau justru memilih bungkam di tengah dugaan permainan yang makin terang-benderang?
Satu hal pasti—warga Desa Wusa tak akan tinggal diam. Mereka siap mengawal, bersuara, dan menuntut keadilan hingga proses ini benar-benar bersih dari bayang-bayang rekayasa.
Redaksi: Cia // Team Investigasi