Satpol PP Sulut Diduga Rampok Dana Bencana: SPJ Fiktif, Uang Negara Menguap di Tengah Pandemi

Advertisement

Masukkan script iklan 970x90px

Satpol PP Sulut Diduga Rampok Dana Bencana: SPJ Fiktif, Uang Negara Menguap di Tengah Pandemi

September 29, 2025

Manado, Brantas.News — Di tengah kepanikan warga Sulawesi Utara menghadapi pandemi Covid-19 dan banjir bandang, sejumlah pejabat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi Sulut justru diduga menari di atas penderitaan rakyat. Alih-alih berjibaku membantu korban bencana, mereka disebut menjadikan krisis kemanusiaan itu sebagai “panggung empuk” untuk menguras uang negara lewat laporan fiktif makan-minum.

Sorotan publik kini tertuju tajam ke kantor Satpol PP Sulut. Laporan dugaan korupsi bernilai hampir Rp.200 juta itu telah resmi masuk ke Ditreskrimsus Polda Sulut, lengkap dengan bukti dokumen pertanggungjawaban (SPJ), transaksi keuangan, dan foto pendukung.

Empat Pejabat Jadi Sorotan, Skema Laporan Fiktif Dibongkar

Dari data dan temuan investigasi, sedikitnya empat pejabat utama Satpol PP Sulut disebut aktif menyusun laporan fiktif dan merekayasa SPJ. Mereka adalah:

Farly alias FK (Pengguna Anggaran),
Aldrin alias AA (PPK),

Keempatnya diduga merancang skema laporan palsu dengan menggelembungkan jumlah konsumsi, memalsukan bukti kegiatan, hingga menyusun dokumen pertanggungjawaban seolah-olah kegiatan benar terjadi.

“Bukan hanya empat nama itu. Ada pejabat lain yang tahu tapi diam. Mereka ikut menikmati sistem bobrok yang sudah lama mengakar di tubuh Satpol PP,” ungkap sumber investigatif yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Bencana Dijadikan Tameng
Ironisnya, dugaan penyelewengan ini terjadi saat Sulut berduka — kala pandemi dan banjir meluluhlantakkan ekonomi rakyat. Bukannya menyalurkan bantuan, para pejabat ini justru menyelewengkan dana publik yang mestinya diperuntukkan bagi penanganan darurat.

“Anggaran makan-minum untuk kegiatan bencana dicairkan lewat SPJ fiktif. Faktanya, konsumsi saat bencana justru dari sumbangan masyarakat dan donatur, bukan dari uang negara,” beber sumber lain.

Nama Janny alias JR, yang sempat menjabat PPTK Bidang Damkar menggantikan SL, juga ikut disebut dalam pusaran kasus. Ia diduga ikut menandatangani laporan fiktif dan menikmati aliran dana gelap dari SPJ palsu tersebut.

Skema Lama, Pola Baru: Mark-Up Sistematis

Praktik manipulasi ini bukan hal baru. Sejak 2023, pola mark-up mencolok ditemukan dalam sejumlah kegiatan.
Contohnya, satu agenda resmi mencatat 250 kotak makanan senilai Rp12,5 juta, padahal peserta hanya 75 orang. Selisih keuntungan ilegal mencapai Rp11,56 juta hanya dari satu kegiatan.

Sepanjang tahun, total mark-up ditaksir Rp185 juta, dan pada 2024 nilainya melonjak hingga Rp771 juta. Bahkan, pengadaan makan-minum Januari–Maret 2024 disebut 100 persen fiktif — tak ada kegiatan, tak ada pembelian, tapi SPJ cair.

“Foto dokumentasi kegiatan itu hasil unduhan internet. Tidak ada realisasi sama sekali,” tegas pelapor.

Pakar Hukum: Tindak Keji di Tengah Krisis

Pakar Hukum Pidana Universitas Sam Ratulangi, Dr. Antonius Luntungan, mengecam keras dugaan penyalahgunaan dana publik di masa bencana ini. Menurutnya, perbuatan tersebut bukan sekadar tindak korupsi, tapi kejahatan moral.

“Ini bukan hanya pelanggaran Pasal 2 dan 3 UU Tipikor, tapi juga pelanggaran nurani. Jika benar dilakukan di masa bencana dan pandemi, hukumannya harus diperberat. Negara tidak boleh lembek terhadap kejahatan di masa krisis,” tegasnya.

Publik Desak Polda Sulut Bertindak Tegas

Desakan publik pun menggema. Masyarakat meminta Polda Sulut tak hanya berhenti di tahap pendalaman, tapi segera menetapkan tersangka agar tidak muncul kesan tebang pilih. Kasus ini kini menjadi ujian integritas aparat penegak hukum di Sulawesi Utara.

“Kalau laporan ini benar, tidak ada alasan untuk diam. Transparansi dan ketegasan penyidik akan jadi tolok ukur apakah hukum benar ditegakkan di negeri ini,” ujar Antonius.

Polda Sulut Benarkan Laporan

Dikonfirmasi terpisah, Kabid Humas Polda Sulut Kombes Pol Alamsyah Parulian Hasibuan membenarkan laporan masyarakat tersebut.
“Benar, laporan sudah kami terima. Saat ini kasusnya dalam tahap pendalaman oleh penyidik Ditreskrimsus,” tegasnya singkat.


Ketika bencana dan pandemi melanda, pejabat publik seharusnya berdiri paling depan membantu rakyat, bukan memperkaya diri. Dugaan korupsi di masa krisis adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah dan kemanusiaan. Publik menanti: apakah hukum akan berpihak pada kebenaran, atau kembali kalah oleh jabatan?

(CIA)