Niat Baik Presiden Prabowo Tersandung di Lapangan: Program Makanan Bergizi Gratis Dihantam Isu Keracunan dan Dugaan Monopoli

Advertisement

Masukkan script iklan 970x90px

Niat Baik Presiden Prabowo Tersandung di Lapangan: Program Makanan Bergizi Gratis Dihantam Isu Keracunan dan Dugaan Monopoli

September 30, 2025


Jakarta, Brantas.newsProgram Makanan Bergizi Gratis (MBG), salah satu janji unggulan Presiden Prabowo Subianto untuk mencetak generasi emas Indonesia 2045, kini menghadapi ujian berat. Di tengah semangat mulia meningkatkan kualitas gizi anak bangsa, muncul serangkaian persoalan yang mengguncang kredibilitas program ini — mulai dari kasus keracunan massal, dugaan monopoli distribusi, hingga indikasi penyimpangan pelaksanaan di lapangan.

Alih-alih menjadi simbol kepedulian sosial, MBG justru dihadapkan pada sorotan publik dan badai kritik. Sejumlah kalangan menilai, pelaksanaan program masih jauh dari ideal: tidak tertata rapi, lemah pengawasan, dan bahkan diduga disusupi kepentingan ekonomi tertentu.

Isu Keracunan Jadi Alarm Serius
Fakta-fakta di lapangan memperlihatkan, munculnya kasus keracunan makanan di sejumlah daerah yang dikaitkan dengan distribusi MBG bukanlah persoalan sepele. Kejadian ini menimbulkan keresahan luas, terutama di kalangan orang tua dan sekolah penerima manfaat.

Program yang seharusnya menjadi gerakan nasional perbaikan gizi kini justru berada di titik krisis kepercayaan. “Ini bukan sekadar program sosial, tetapi menyangkut keselamatan anak-anak. Jika lalai, risikonya besar, termasuk pada citra Presiden,” ujar seorang pengamat kebijakan publik di Jakarta.

Tuntutan Evaluasi Nasional Menguat
Rentetan insiden tersebut memantik tuntutan evaluasi menyeluruh. Pemerintah didesak melakukan audit nasional terhadap seluruh rantai pelaksana MBG — mulai dari penyedia dapur, pihak distribusi, hingga pengawasan kualitas bahan makanan.

Langkah korektif dinilai mutlak. Publik menagih aksi nyata Presiden Prabowo: membentuk tim independen, memverifikasi kelayakan dapur produksi, meninjau mekanisme kontrak, dan menindak tegas pihak yang terbukti lalai atau bermain curang.

 “Program sebesar ini tak boleh tumbang karena teknis dan kelalaian birokrasi. Harus ada ketegasan, sebelum niat baik berubah jadi bumerang politik,” tegas sumber tersebut.

Dugaan Monopoli dan Sabotase: Siapa Bermain di Balik Layar?

Lebih jauh, bayang-bayang praktik monopoli dan sabotase juga mencuat. Beredar kabar adanya kelompok tertentu yang menunggangi program MBG demi keuntungan bisnis. Mereka diduga memanipulasi distribusi, mengatur penunjukan dapur pengelola, bahkan memainkan jual-beli titik dapur.

Isu ini kian panas setelah muncul dugaan korupsi di internal Badan Pangan Nasional (Bapanas). Indikasinya, mulai dari penetapan yayasan fiktif hingga penguasaan distribusi oleh segelintir pihak. Jika terbukti, bukan hanya uang negara yang dirugikan, tapi juga amanat konstitusi serta kepercayaan rakyat terhadap program unggulan Presiden.

Tujuan Mulia Tetap Harus Dijaga
Terlepas dari berbagai kontroversi, esensi program MBG tetaplah mulia. Ini adalah ikhtiar besar membangun fondasi kesehatan anak-anak Indonesia, terutama di wilayah tertinggal, demi menyongsong generasi emas 2045.

Namun agar tujuan luhur itu tak berubah menjadi ironi, pemerintah harus menegakkan transparansi, akuntabilitas, dan integritas di setiap tahap pelaksanaan. Pengawasan publik harus diperkuat, dan jalur pelaporan harus dibuka selebar-lebarnya.

Ritwan Lahiya: Presiden Harus Buka Jalur Pengaduan Langsung

Aktivis dan politisi Ritwan Lahiya mendorong Presiden Prabowo untuk membuka kanal pengaduan langsung, seperti hotline publik pada era Presiden Joko Widodo.

 “Kalau laporan menyangkut pimpinan lembaga atau kementerian, harus langsung ke Presiden. Ini penting agar penanganannya cepat, objektif, dan bebas intervensi,” ujar Ritwan.

Menurutnya, model pengaduan langsung akan mempercepat penyelesaian laporan, sekaligus memberi ruang bagi masyarakat untuk mengawasi pelaksanaan program tanpa rasa takut.